Sabtu, 07 Februari 2009

d'Masiv

Setelah mondar-mandir ke berbagai perusahaan rekaman, akhirnya D’Masiv menemukan jalan menuju tenar.

Selain bergerilya mengikuti berbagai festival, Massive juga menjalani apa yang dijalani banyak band-band baru yang ingin menggapai dapur rekaman. Yaitu membuat demo tape dan mengirimkannya ke berbagai label rekaman besar. Namun nasib baik belum berpihak pada kami. Tak satupun demo yang kami kirim mendapat tanggapan memadai.

Karena tak kunjung menuai hasil, suatu hari kami bertindak nekat. Rian dan Rai mendatangi rumah Jan Djuhana, bos SONY BMG, yang juga dikenal melahirkan banyak penyanyi dan band top. Alamatnya kami dapatkan dari salah seorang saudara dekat. Pagi-pagi sekali, tepatnya jam 6, kami sudah berdiri di depan pintu gerbang rumah Pak Jan. Kami takut kalau kesiangan, Pak Jan yang orang sibuk itu sudah berangkat kerja.
Setelah menunggu lama, barulah kami bisa bertemu Pak Jan. Kala itu Pak Jan muncul dengan celana pendek dan wajah mengantuk. Begitu tahu kami hanya mau mengantarkan demo tape, Pak Jan terlihat terganggu. Dengan tegas beliau menyuruh kami mengirimkan saja demo tape tersebut ke kantornya. Gagal sudah impian kami bergabung dengan label besar.

FESTIFAL PEMBUKA JALAN
Tahun 2006, Massive akhirnya meraih apa yang dicita-citakan semua grup band di dunia ini, yakni punya album sendiri. Album perdana Massive ini diluncurkan lewat jalur independen. Ceritanya, saat mengikuti sebuah festival, kami didatangi seseorang yang tertarik untuk membiayai pembuatan album. Sayangnya, album Menuju Nirwana ini enggak laku di pasaran. Promosinya memang nyaris tidak ada.

Punya album sendiri, nasib Massive bukannya membaik, malah jadi terpuruk. Kami tak bisa lagi ikut festival, karena hampir semua festival tak mau menerima peserta yang sudah menelurkan album. Hampir 6 bulan hidup kami sepi tanpa kegiatan musik yang berarti. Alhasil keuangan pun jadi kembang-kempis. Padahal, saat aktif ikut festival, pendapatan kami cukup lumayan.

Yang sulit, saat itu kami sudah tak berani lagi minta uang pada orangtua. Malu! Sebab, setamat SMA kami tak melanjutkan ke bangku kuliah, karena ingin serius dan konsentrasi di musik.

Tentu saja keputusan tak kuliah itu kurang direstui orangtua kami. Kami sih, maklum. Orangtua mana sih, yang tak berharap anaknya bisa sekolah lebih tinggi dari mereka?
Pada masa itu, kami benar-benar down dan nyaris menyerah. Untungnya di awal 2007 kami mendengar tentang sebuah festival besar berskala nasional, A Mild Live Wanted, The Next Rising Star. Hadiahnya benar-benar menggiurkan, uang 50 juta rupiah, mobil, dan yang paling kami incar: kontrak rekaman dengan sebuah label besar, Musica.

Layaknya ikut sebuah festival, kami mempersiapkan diri sebaik-baiknya. Walau tak punya feeling akan menang atau kalah, tapi saat itu kami sadar bahwa ini adalah kesempatan yang langka. Pertama-tama, kami mendaftar dan ikut seleksi CD demo. Lolos dari seleksi CD, kami bertarung dengan 10 band ibukota untuk jadi pemenang regional. Alhamulillah di tingkat Jabodetabek ini kami nomer satu.

Dari sini, kami masih harus bersaing untuk tingkat nasional. Awalnya kami tak yakin bakal menang. Sebab band-band saingan semuanya bagus. Kemampuan bermusik merata dan masing-masing punya karakter khas. Tapi ternyata Tuhan melihat perjuangan dan kesungguhan kami. Massive pun akhirnya memenangkan pertarungan dan jadi juara 1 nasional.

LAGU LIMA MENIT
Menang di A Mild Live Wanted, jalan kami pun terbuka lebar. Bahagia dan bangga membuncah di dada. Setelah rekaman untuk album kompilasi, kami pun mulai serius menggarap album perdana Massive. Yang jadi masalah, nama Massive ternyata sudah ada yang punya. Pihak Musica pun menyarankan kami merubah nama. Setelah melalui berbagai pertimbangan, kami sepakat berganti nama menjadi D’Masiv.

Enam bulan berjibaku di dapur rekaman, akhirnya Februari 2008 D’Masiv pun meluncurkan album full dengan tajuk Perubahan. Mengapa kami menamai album ini Perubahan? Karena itu adalah gambaran yang paling nyata dari kondisi kami pasca bergabung dengan label besar. Tak hanya berubah nama, kami juga mengubah aliran musik yang tadinya rock progressive menjadi lebih slow dan pop. Bahkan, kami juga bersedia lho, mengubah penampilan jadi lebih modis lagi. Hahaha.

Ya, kami memang sangat bersemangat mengerjakan album perdana ini. Saking semangatnya, sampai-sampai kami menyetor 30 lagu untuk dipilih label. Banyak, kan? Setelah diseleksi oleh produser, jadilah kami merekam 12 lagu untuk album ini. Kebanyakan lagu adalah ciptaan Rian. Selain itu, ada beberapa nomer milik Rama. Tapi untuk aransemen musik, kami menciptakannya bersama-sama.

Untuk single pertama, Bu Acin (Indrawati Widjaja), bos Musica, memilih lagu Cinta Ini Membunuhku. Awalnya kami sempat kaget Bu Acin mengandalkan lagu ini. Tapi terbukti telinga dan feeling beliau memang oke. Buktinya lagu inilah yang mengantarkan D’Masiv hingga dikenal di seantero nusantara.

Katanya sih, lagu ini adalah lagu yang beberapa bulan terakhir, paling sering di putar dan menduduki peringkat teratas tangga lagu di radio. Selain itu, Cinta Ini Membunuhku juga jadi top download hampir di semua operator seluler, sebagai ring back tone.

Sukses ini benar-benar di luar dugaan kami. Apalagi lagu Cinta Ini Membunuhku adalah lagu lama yang diciptakan Rian saat masih duduk di bangku SMU. Saat itu Rian naksir berat dengan seorang cewek. Sang cewek tahu kalau Rian suka, dan tak pernah menjauh. Tapi, setiap kali Rian nembak cewek tersebut, selalu ditolak. Perasaan kecewa dan frustasinya dituangkan Rian dalam sebuah lagu. Tak butuh waktu lama bagi Rian menciptakan Cinta Ini Membunuhku. Hanya 5 menit.

REZEKI PENGAMEN
Berkat single Cinta Ini Membunuhku, nama D’Masiv kini mulai disejajarkan dengan band-band papan atas Indonesia. Ya, kata orang, lagu itu sangat catchy. Rian memang jago mencipta lagu. Begitupula Rama. Resepnya? Sederhana saja. Buatlah lagu berdasarkan pengalaman atau hal yang pernah dirasakan. Sebab, jika lagu itu tentang perasaan, biasanya gampang sampai ke hati yang mendengar.

Selain lirik lagu yang lugas dan langsung ke sasaran, D’Masiv juga punya beberapa kelebihan lain yang menonjol dibanding band lain. Vokalis kami Rian, warna vokalnya beda banget dari yang lain. Sangat khas. Selain itu, musik D’Masiv juga sangat fresh. Kami mencampur aransemen musik daerah ke dalam lagu-lagu kami yang modern.

Sukses besar ini, otomatis merubah drastis hidup kami. Awalnya terasa agak janggal menjadi orang terkenal. Kemanapun pergi, kami tak bisa lagi sebebas dulu. Sebab, orang-orang di jalanan sudah mulai mengenali dan memperhatikan kami. Dimintai tanda tangan dan diajak foto bareng juga terasa berkesan bagi kami. Artinya masyarakat memang bisa menerima kehadiran kami.

Tapi di atas itu semua, hal yang terasa paling luar biasa adalah saat mendengar orang menyetel lagu kami di rumahnya, atau saat melihat orang menyanyikan lagu kami di jalanan. Contohnya pengalaman Rian saat suatu pagi ada seorang pengamen yang menyanyi di depan rumahnya. Sang pengamen membawakan lagu Cinta Ini Membunuhku.

Saat Rian menghampiri untuk memberikan uang, sang pengamen kaget bukan kepalang. Rian hanya tersenyum sambil berpesan, ‘Bawain lagu itu terus, ya!’ Sang pengamen pun mengangguk sambil ngibrit. Bagi Rian pengalaman itu terasa lucu sekaligus mengharukan. Karyanya tak hanya mendatangkan kebahagiaan & rezeki untuk ia dan bandnya, tapi juga untuk orang lain.

MENLENGKAPI “SENJATA PERANG”
Meski tak menduga bisa secepat ini, tapi tentu saja kami amat bangga dan bahagia dengan apa yang sudah dicapai D’Masiv. Dan untuk semua sukses ini, kami tentu mengucap syukur yang tiada henti. Selain itu kami pun menyadari, apa yang kami raih adalah bukan hanya faktor kerja keras kami saja, tetapi juga didukung berbagai faktor. Alhamdulillah kami berada di bawah label yang bagus, dibantu oleh promosi yang gencar, dan disokong oleh tim manajemen yang baik.

Saat ini, jadwal D’Masiv memang sangat padat. Dalam sebulan, nyaris tidak ada hari libur. Kalaupun sedang tidak manggung, ada saja kesibukan yang menanti. Wawancara radio, jumpa fans, rapat dengan manajemen, pemotretan majalah, dan lain sebagainya. Capek? Tentu saja. Tapi semuanya kami syukuri dan nikmati. Ini semua adalah konsekuensi dari apa yang kami cita-citakan selama ini.

Tapi satu yang pasti, popularitas yang kami capai, tak merubah gaya hidup kami. Sampai saat ini kami masih tinggal di rumah orangtua masing-masing. Setiap ada waktu senggang, kami habiskan beristirahat di rumah. Penghasilan yang kami dapat pun tak dibelanjakan macam-macam, melainkan peralatan band. Maklum saja, selama ini kami kan, belum punya alat sendiri. Jadi istilahnya saat ini kami sibuk melengkapi senjata perang.

Nanti, jika peralatan sudah lengkap, maka honor yang masuk akan kami tabung. Masing-masing kami punya impian serupa, ingin membelikan orang tua kami rumah. Tapi, cita-cita kami yang terbesar masihlah sama seperti dulu, D’Masiv bisa jadi band yang besar dan terus menghibur pecinta musik Indonesia. Tapi khusus Kiki dan Rama, selain bermusik juga masih menyimpan keinginan untuk kuliah lagi.

2 komentar:

  1. aq salut bngt dgn kisah hidup kalian...

    moga band kalian makin sukses y...

    ngebaca sjarah kalian, aq makin ngefans ma kalian smua....

    d'best 4 d'masiv...

    we love you....

    BalasHapus